Green Citizenship dan Green Communication, Cara Jitu Redam Eco-Anxiety

Green Citizenship dan Green Communication, Cara Jitu Redam Eco-Anxiety

Sustainable and Livable Planet

Zagy Yakana Berian

8 Mei 2024

Dampak perubahan iklim yang semakin terasa di berbagai macam belahan dunia, membuat para pemimpin negara berkomitmen menjalankan strategi pembangunan rendah karbon dengan mengurangi emisi dari berbagai macam sektor prioritas. Komitmen mereka tercantum di National Determined Contribution (NDC) dengan 195 negara berkomitmen dalam mengurangi emisinya. Masyarakat mulai sadar akan perubahan iklim dengan bukti ilmiah yang dikeluarkan oleh berbagai macam ilmuan dan diperkuat dengan dokumen Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), salah satu badan PBB yang berkorelasi dengan fakta ilmiah perubahan iklim. Dalam dokumen tersebut, dijelaskan beberapa keadaan yang akan terjadi jika rata-rata kenaikan temperature global diatas 1,5 derajat Celsius diantaranya seperti cuaca ekstrim, banjir bandang, kekeringan, pergeseran keanekaragaman hayati. Lebih dari setengah populasi dunia berada dalam zona berbahaya dampak perubahan iklim. Target tersebut masih dapat dicapai dengan usaha lebih tinggi seperti sektor energi yang memiliki target peningkatan kapasitas energi bersih tiga kali lipat, dan penurunan konsumsi energi dengan penghematan sebanyak dua kali lipat. Dalam dokumen ilmiah karya Madalina Vlasceanu (2024), terdapat rata-rata 86% masyarakat dunia yang percaya mengenai perubahan iklim adalah ancaman serius dan disebabkan oleh manusia. Selain itu, Peter Andre (2024) menyebarkan pertanyaan terhadap 130 ribu individu di 125 negara mengenai perubahan iklim, mereka menyampaikan perlunya dorongan kebijakan pemerintah sesegera mungkin. Dari fenoma ini juga, telah diteliti bahwa masyarakat di negara-negara mengenah kebawah lebih berpotensi ingin membayar untuk pencegahan terhadap perubahan iklim. Sebanyak 83% mengatakan ingin berkontribusi menjadikan fenome menarik, melihat angka tersebut hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan masyarakat yang bersedia di negara UK dan US yaitu 48%. Dengan persentase masyarakat yang sadar akan perubahan iklim, Google memberitahukan kepada Majalah TIME (2023) bahwa pencarian mengenai dampak perubahan iklim dan ketakukan terhadap perubahan iklim meningkat sebesar 4.590% dari 2018 hingga 2023. Terjadi fenoma Eco-Anxiety, ketakukan akan perubahan iklim yang mengganggu Kesehatan mental. Dalam karya Yumiko Coffey, dijelaskan beberapa literatur mengenai eco-anxiety yang hal itu dikutip dan menjadi kepedulian dari beberapa dosen dari universitas ternama yaitu Yale. Sumber ketakutan tersebut karena informasi di media sosial dan media digital lainnya memiliki toneyang terlalu menakutkan menurut penelitian dari Crandon (2022). Media memengaruhi cara pemikiran masyarakat, terutama generasi Z yang mudah menangkap pengaruh buruk hasil dari media sosial berdasarkan laporan McKinsey Health Institute’s (MHI) tahun 2022. Dari penelitian yang dikeluarkan oleh Caroline Hickman dan tim, sebanyak 86% Gen Z merasa takut dan 56% merasa sangat takut atas perubahan iklim yang disebut dengan eco-anxiety. Hal ini didapatkan dari suvey kepada 10 ribu responden dalam rentang umur 16-25 tahun di 10 negara seperti Australia, Brazil, Finlandia, Prancis, India, Nigeria, Filipina, Portugal, UK, dan US. Trend mengenai hal ini perlu ditindak lanjuti, 83% Gen Z di dunia terus menyalahkan manusia terutama pemerintah yang tidak dapat menjaga bumi ini, hal ini berdampak terhadap Kesehatan mental mereka. Para psikolog mengatakan, kecemasan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kecemasan terhadap Covid-19 tempo lalu. Melanie Klein, mengatakan ada dua kategori grup dari fenomena ini, yang pertama adalah Paranoid-Schizoid, grup yang memiliki rasa ketakutan dan kerapuhan selain itu kategori grup Depresif, rasa kehilangan dan ketergantungan yang tercipta dalam neurotik manusia. Dalam peneliatan yang dikeluarkan oleh Mara Huang mengenai strategi komunikasi, diberikan contoh responden Bernama Mara, 24 tahun, merasakan kecemasan mendalam saat membayangkan masa depan. “Saya sangat cemas sehingga tidak bisa fokus dalam mengikuti pembelajaran di sekolah, hal itu berdampak terhadap kepercayaan diri untuk bersosial”. Fakultas Kesehatan dari Harvard ikut serta menyoroti isu ini, beberapa rekomendasi yang bisa diberikan kepada generasi muda diantaranya: 1. Memvalidasi rasa ketakutan tersebut dengan cerminan optimisme akan keberhasilan penangangan perubahan iklim 2. Mencoba melibatkan mereka dengan diskusi terhadap solusi yang bisa dilakukan 3. Mengedukasi dengan alternatif mitigasi dan juga rekomendasi solusi perubahan iklim 4. Mengajak untuk gaya hidup ramah lingkungan 5. Mengajak meluangkan waktu dialam Selain itu, peran dari media sangat diperlukan untuk menyaring informasi-informasi mengenai perubahan iklim. Pemerintah, dalam pemberantasan informasi Hoax, diperlukan untuk dapat mengawasi pemberitahuan mengenai perubahan iklim yang begitu ekstrim. Sudah saatnya, generasi peduli lingkungan mulai dibangun sejak bangku sekolah dasar. Konsep Environmental Citizenship, sudah banyak diusung oleh para penliti, salah satunya dari Barry (2006) yang mengatakan konsep ini dapat membangun komunitas yang berkelanjutan dan adaptif terhadap transformasi yang ada berbasis kepercayaan, perilaku, dan Gerakan kolektif untuk menciptakan bumi yang lebih baik lagi. Di Indonesia, sudah banyak generasi muda yang mulai menerapkan hal tersebut salah satunya Society of Renewable Energy (SRE), sudah tersebar di 47 kampus dan membangun generasi muda peduli iklim dan energi. Melalui Langkah nyata, para member yang tergabung merasa optimis target penanganan perubahan iklim mulai tercapai. Program KLHK, memiliki Green Leaders Indonesia (GLI) dan Program KESDM melalui Generation of Renewable Energy Involving Youth Action Academy (GERILYA), merupakan wujud dari Environmental atau Green Citizenship. Generasi muda lebih semangat dan memiliki mental sehat Ketika mengikuti dan terlibat langsung dalam pergerakan iklim. Beberapa opsi yang dapat dikembangkan oleh pemerintah saat ini dapat dibagi menjadi mitigasi dan adaptasi terhadap eco anxiety. Dalam strategi mitigasi, hal-hal ini dapat dilakukan seperti: 1. Mengajak generasi muda berkunjung ke “laboratorium” yang sudah dimiliki masyarakat terhadap bukti nyata penangangan iklim semisal di sektor pertanian, energi, limbah, dan penerapan ekonomi sirkular. 2. Menciptakan green ambassador, yang mempromosikan optimisme dalam penangan iklim dengan strategi komunikasi yang baik. Selain itu, dapat membantu mempromosikan produk hijau dari masyarakat untuk memperluas pasar. 3. Memberikan wadah edukasi formal, yang memberikan edukasi dan menyediakan lapangan untuk berkayar sehingga pelajar dan mahasiswa dapat melakukan aksi nyata dengan penukaran kredit sekolah. Jika tiga poin diatas dilakukan, seminimalnya, GenZ mulai merasakan kenyamanan dan dapat meningkatkan Kesehatan mental mereka. Namun, jika sudah terjadi beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai Langkah adaptasi yaitu menyiapkan konseling center terhadap Eco-Anxiety, kolaborasi antara Kementerian Kesehatan dengan Kementerian terkait lainnya seperti KLHK, KESDM, Kementan, Kemenkop UMKM dan Kominfo dalam memberikan konseling ke generasi muda yang memiliki eco-anxiety. Melihat Gerakan dan semangat generasi muda Indonesia, konsep green citizenship dan green media menjadi solusi meredam eco-anxiety sehingga optimisme membangun Indonesia yang tahan terhadap risiko iklim semakin tinggi.

Share Your Opinion!

Share your thoughts on our platform,
contact us to know how.