Program Ekonomi Hijau Capres-Cawapres 2024, Make or Break Masa Depan Indonesia

Program Ekonomi Hijau Capres-Cawapres 2024, Make or Break Masa Depan Indonesia

Green Economy

Aufar Satria, Novi Andriyanto

23 April 2024

Pilpres 2024 merupakan salah satu momen krusial menuju periode penting tahun 2025-2029. Pemimpin terpilih akan menghadapi periode?make or break,?yang akan menentukan posisi Indonesia dalam peta jalan menuju negara maju. Di tengah momentum yang penting ini, Indonesia juga dihadapkan pada tantangan krisis iklim, yang mendisrupsi perekonomian global. PBB melalui berbagai inisiatifnya, seperti United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC) dan forum Conference of The Parties (COP), mendorong seluruh negara di dunia untuk melakukan aksi dekarbonisasi. Tak terkecuali, Indonesia. Transisi menuju dekarbonisasi bukanlah sesuatu yang mudah. Mengingat salah satu pilarnya adalah menggantikan sebagian porsi energi bahan bakar fosil, dengan energi baru terbarukan (EBT). Namun, tak bisa dipungkiri, bahan bakar fosil masih menjadi salah satu sumber energi yang paling ekonomis dan andal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Apalagi, saat ini, EBT masih menghadapi berbagai tantangan seperti biaya dan risiko investasi yang besar, serta suplai energi yang intermiten. Sebagai negara berkembang dengan PDB per kapita yang masih menempati peringkat 98 dunia, Indonesia menghadapi dilema ganda: mendorong pertumbuhan ekonomi yang optimal, sekaligus mengintegrasikan upaya dekarbonisasi. Tidak mudahnya menyelaraskan upaya dekarbonisasi dengan pembangunan, mengakibatkan munculnya pendapat yang menyebut?Indonesia mestinya memprioritaskan berbagai isu lain yang lebih mendasar. Seperti eradikasi kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, pengembangan industri, dan pemerataan pembangunan. Terlepas dari dilema dekarbonisasi di Indonesia, seluruh pasangan capres-cawapres merancang strategi dekarbonisasi dan ekonomi hijau, mulai dari peningkatan kapasitas EBT, pengaplikasian ekonomi sirkuler, hingga inisiasi proyek mikro-menengah seperti pengelolaan limbah di pedesaaan. Apakah strategi-strategi tersebut akan menghambat pencapaian pembangunan? Soal ini, Profesor Ricardo Hausmann dari?Harvard University, Amerika Serikat (AS)?berpendapat, "pertumbuhan hijau"?atau?green growth, memainkan peran yang sangat krusial sebagai salah satu pilar perkembangan ekonomi suatu negara. Menurutnya, dekarbonisasi dapat mengubah lanskap perekonomian dan strategi pertumbuhan secara global. Dengan dituntutnya seluruh negara, perusahaan, maupun individu untuk melakukan dekarbonisasi, permintaan atas produk dan jasa baru yang lebih “hijau” akan meningkat. Salah satu studi Oxford Economics menyebutkan, transisi ke dunia yang lebih hijau membutuhkan produk dan jasa yang baru dengan potensi nilai ekonomi sebesar 10 triliun dolar AS atau sebesar 5 persen PDB dunia di tahun 2050. Untuk mengambil potensi ekonomi tersebut, suatu negara harus mempunyai peran srategis di dalam rantai nilai ekonomi hijau. Sebagai contoh, China?yang merupakan produsen dari 80 persen?suplai panel surya dunia, saat ini mendapatkan manfaat ekonomi yang besar dari ekspor produk EBT. Di sisi lain, negara importir panel surya, seperti Indonesia, akan semakin menggantungkan upaya dekarbonisasinya pada negara produsen. Jika Indonesia tidak mampu mengubah peran dari?konsumen menjadi produsen dalam ekonomi hijau, dekarbonisasi hanya akan dianggap sebagai beban dengan nilai tambah ekonomi yang minimal. Untuk menjadi produsen ekonomi hijau di kancah global, Indonesia sebetulnya?telah memiliki beberapa keunggulan kompetitif. Pertama, Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan yang masif, dari mulai potensi energi panas bumi, sinar matahari, maupun sumber daya air. Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi pusat pengembangan teknologi EBT dan produk “hijau” lainnya seperti?green hydrogen. Kedua, Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, mineral yang dibutuhkan untuk pengembangan industri baterai. Ketiga, Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi nomor dua di dunia. Dengan potensi alam yang besar, Indonesia dapat mengembangkan banyak proyek ekonomi hijau berbasis hayati. Pengembangan industri hijau dapat menjadi sumber pertumbuhan bagi perekonomian Indonesia, melalui penciptaan lapangan pekerjaan baru (green jobs) dan peningkatan ekspor produk hijau (green products). Terlebih lagi, kapabilitas yang didapatkan dari pengembangan industri hijau bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan industri lainnya. Sebagai contoh, pengetahuan, keahlian, dan teknologi yang didapat dari pengembangan industri manufaktur baterai dapat digunakan untuk membangun industri produk elektronik lainnya. Akumulasi berbagai kapabilitas industri baru berbasis teknologi dan sumber daya manusia juga dapat membantu Indonesia melepaskan ketergantungannya terhadap produk hulu sumber daya alam. Jika dilihat dari visi dan misi mereka, para capres dan cawapres mencantumkan pertumbuhan hijau dalam kerangka program kerja yang akan dilaksanakan. Namun, perlu diingat, tantangan selanjutnya adalah mengubah paradigma ekonomi hijau dari sekadar janji manis. Serta?mengoperasionalkannya menjadi strategi industrialisasi yang konkret dan berkelanjutan. Ada beberapa tahapan yang bisa menjadi pertimbangan para capres dan cawapres dalam mengembangkan strategi industrialisasi hijau. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah memprioritaskan?kapabilitas teknologi, jasa, atau produk “hijau” yang ingin dikembangkan. Ini bisa dimulai dengan memetakan kapabilitas industri Indonesia saat ini. Termasuk,?sumber daya alam dan manusia?yang dapat mendukung pengembangan industri “hijau.” Dalam konteks ini, yang perlu dipertimbangkan adalah?nilai tambah pengembangan kapabilitas tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Atau dengan kata lain, sejauh mana pengembangan kapabilitas tersebut dapat menjadi katalis bagi Indonesia, untuk melakukan diversifikasi ke industri lainnya. Tahun 2023, Growth Lab Harvard University mengidentifikasi beberapa sektor prioritas?dalam rantai suplai ekonomi hijau di Indonesia, yang relatif lebih mudah untuk dikembangkan dan memberikan nilai tambah yang tinggi. Hasil analisisnya menyebutkan, manufaktur baterai, carbon capture, komponen transmisi dan distribusi listrik, magnet neodymium, and semikonduktor adalah sektor yang harus diprioritaskan. Tahapan selanjutnya adalah menyiapkan langkah strategis untuk mengakusisi dan mengakumulasi kapabilitas, tenaga kerja, dan aset yang dibutuhkan untuk mengembangkan industri prioritas tersebut. Kebijakan publik yang tidak mengakomodir akumulasi kapabilitas produksi, dapat menjadi penghambat berkembangnya sebuah industri. Memastikan?transfer knowledge?dari negara lain, pengembangan jejaring diaspora, perluasan program riset, serta?joint venture?dengan perusahaan asing adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan, untuk memastikan proses akumulasi kapabiltas. Dengan besarnya potensi yang bisa diambil, dekarbonisasi tidak selalu berseberangan dengan pertumbuhan ekonomi. Lebih dari itu, ekonomi hijau justru dapat menjadi sumber pertumbuhan yang potensial dan penggerak pembangunan. Siapa pun presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2024, harus dapat merancang inisiatif konkret?dalam merealisasikan konsep?green growth,?dan memberikan dukungan kebijakan yang maksimal terhadap ekonomi hijau. Mengingat masa depan kemajuan Indonesia ditentukan dalam beberapa tahun ke depan, memprioritaskan ekonomi hijau adalah suatu keniscayaan.

Share Your Opinion!

Share your thoughts on our platform,
contact us to know how.